Tangerang, CNN Indonesia – Seekor panther hitam yang kepalanya diikat dengan rantai dan dibelenggu di leher memicu kontroversi di media sosial. Hewan buas tersebut diduga dipelihara secara ilegal oleh seorang warga di kawasan Tangerang, Banten.
Fenomena memelihara satwa liar, termasuk panther, bukan hal baru di Indonesia. Sejak dulu, beredar mitos bahwa panther hanya akan menjadi penjaga yang handal jika disiksa dan dilatih dengan keras.
Namun, mitos yang telah mengakar di masyarakat ini tidak sepenuhnya benar. Justru, penyiksaan terhadap hewan justru berdampak negatif pada kesehatannya, perilaku, dan kesejahteraannya.
Tidak Ada Bukti Ilmiah
Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa menyiksa panther akan membuat mereka lebih jinak atau setia. Sebaliknya, penelitian telah menunjukkan bahwa kekerasan dan penyiksaan justru dapat menimbulkan ketakutan, trauma, dan masalah perilaku pada hewan.
Menurut Dr. Susan Bleisch, ahli perilaku hewan dari Universitas Nebraska-Lincoln, penyiksaan hanya menciptakan rasa sakit dan penderitaan yang tidak perlu. Hewan yang disiksa dapat menjadi agresif, takut, atau memiliki masalah sosial.
"Tidak ada cara yang manusiawi untuk melatih hewan untuk menyerang," kata Bleisch. "Kekerasan hanya akan memperburuk situasi."
Dampak Psikologis dan Fisik
Penyiksaan terhadap hewan dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan psikologis mereka. Trauma akibat kekerasan dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti stres kronis, gangguan pencernaan, dan penurunan nafsu makan.
Selain itu, hewan yang disiksa juga berisiko mengalami masalah perilaku, seperti kecemasan, fobia, dan agresi. Hewan yang ketakutan atau merasa terancam mungkin akan menyerang sebagai bentuk pertahanan diri.
Alternatif Pelatihan yang Lebih Manusiawi
Pelatihan hewan harus didasarkan pada prinsip-prinsip penguatan positif, yang berfokus pada menghadiahi perilaku yang diinginkan dan mengabaikan perilaku yang tidak diinginkan. Pendekatan ini lebih manusiawi dan efektif dalam membangun hubungan yang positif antara manusia dan hewan.
Pelatihan penguatan positif melibatkan penggunaan hadiah, pujian, atau perhatian untuk memperkuat perilaku yang diinginkan. Misalnya, jika seorang panther merespons perintah duduk, ia dapat diberi hadiah berupa makanan atau mainan.
Dengan menggunakan penguatan positif secara konsisten, hewan dapat belajar perilaku yang diinginkan tanpa perlu menggunakan kekerasan atau penyiksaan. Pendekatan ini juga membantu membangun ikatan yang kuat antara manusia dan hewan, yang pada akhirnya akan membuat hewan lebih patuh dan protektif.
Hukum Melarang Penyiksaan Hewan
Di Indonesia, penyiksaan terhadap hewan merupakan tindakan ilegal. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan melarang segala bentuk kekerasan terhadap hewan.
Pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 9 bulan atau denda hingga Rp50 juta. Oleh karena itu, memelihara satwa liar dan menyiksanya adalah tindakan yang tidak hanya kejam tetapi juga melanggar hukum.
Kesimpulan
Mitos bahwa panther hanya akan menjadi penjaga yang handal jika disiksa adalah tidak benar dan tidak didukung oleh bukti ilmiah. Penyiksaan terhadap hewan justru berdampak negatif pada kesehatan, perilaku, dan kesejahteraan mereka.
Pelatihan hewan harus didasarkan pada prinsip-prinsip penguatan positif yang manusiawi dan efektif. Dengan menggunakan hadiah dan penguatan, hewan dapat belajar perilaku yang diinginkan tanpa perlu kekerasan atau penyiksaan.
Memelihara satwa liar secara ilegal dan menyiksa mereka adalah tindakan kejam dan melanggar hukum. Membangun hubungan yang positif antara manusia dan hewan melalui pelatihan penguatan positif adalah cara yang lebih manusiawi dan efektif untuk menjadikan hewan sebagai penjaga yang dapat diandalkan.